PENUTUR: PROSES MENGHASILKAN KALIMAT


PENUTUR: PROSES MENGHASILKAN KALIMAT
By
Casimirus Andy Fenanlampir
12706251052

PENDAHULUAN
Kalimat (speech) yang kita pergunakan sehari-hari dalam sebuah percakapan memiliki makna yang terkandung di dalamnya sesuai dengan ide atau pesan yang ingin disampaikan dari penutur kepada petutur. Dengan kata lain penutur wajib bertugas mengkodekan ide yang ingin disampaikan kepada petutur melalui kalimat, dan sebaliknya petutur menerima dan mengubah informasi dalam kalimat tersebut sehingga pesan yang ditransfer dapat dipahami (Fernandez dan Cairns, 2011:134-135).

Pada saat kalimat dilakukan maka penutur seolah-olah, dengan begitu mudah mengucapkan dari kata satu ke kata yang lain, dari kalimat satu ke kalimat yang lain tanpa harus berpikir dari mana dan bagaimana kata, dan kalimat tersebut diujarkan. Hal ini disebabkan oleh tidak sadarnya si penutur bahwa untuk sampai ke suatu kalimat yang dimulai dengan kata, kalimat, wacana, dan sampai kepada artikulasinya, seorang penutur mengalami suatu proses mental yang rinci dan teratur.
Proses mental yang demikian oleh sebagian ahli dibagi ke dalam beberapa aspek mendasar bahasa bagi seorang penutur yang dapat digunakan untuk menjelaskan proses mental kebahasaan yang terjadi, meliputi: kemampuan yang tidak terbatas dalam menghasilkan sebuah kalimat bermakna, kemampuan yang tidak terbatas dalam menghasilkan dan menambah kata dalam kalimat, kemampuan untuk menghasilkan kata-kata baru dalam kalimat, kemampuan untuk menghasilkan dan memahami struktur kalimat yang diucapkan, kemampuan untuk menggunakan sinonim dalam sebuah kalimat, dan kemampuan untuk memahami susunan kalimat bermakna ganda (Chomsky melalui Steinberg, Nagata, dan Aline, 2001: 345). Berbeda dengan Chomsky, dalam buku Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manausia, Soenjono Dardjowidjojo, menekankan bahwa terdapat tiga aspek penting yang mendasari proses mental seorang penutur dalam berbahasa yaitu: aspek asumsi penutur terhadap petutur, aspek  prinsipel kooperatif dan pragmatik, dan aspek kodrati bahasa (Soenjono Dardjowidjojo, 2012: 116).
Untuk membahas proses mental yang tanpa disadari dilakukan oleh seorang penutur maka makalah ini bertujuan memaparkan tentang proses konstruksi mental yang dilakukan seorang penutur dalam menghasilkan dan mentranfer kalimat, meliputi: (a) komponen-komponen mental yang diperlukan dalam menghasilkan kalimat , dan (b) bagaimana proses mekanisme mental yang dialami seorang penutur dalam merepresentasikan ide ke dalam sebuah kalimat. Sehingga menjadi sebuah pemahaman bersama secara lengkap tentang proses mental yang terjadi dalam menghasilkan sebuah kalimat dari sudut pandang seorang penutur.

PEMBAHASAN
A. Model Proses Produksi Kalimat
Menurut Fernandez dan Cairns (2011: 135-136) proses produksi kalimat yang dilakukan seseorang secara tidak sadar dibagi ke dalam empat tahapan: (1) Tahap ide atau pesan yang akan disampaikan diproses, (2) Tahap pilihan bentuk kata dimana ide atau pesan dicarikan kata yang tepat, (3) Tahap sintaksis dimana kata-kata yang sudah dipilih disusun dalam kalimat, (4) Tahap ponologi dimana kalimat diartikulasikan. Proses ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Ide/Pesan                    Pemilihan Bentuk Kata                     Proses Sintaksis                             Proses Ponologi



  Message                        Lexical Selection                    Syntactic Representation     Phonological Representation
1.      Tahap Proses Ide/Pesan (Processing Message)
Pada tahap ini seorang penutur berdasarkan rasa keingintahuannya mulai bertanya-tanya di dalam benaknya untuk mengumpulkan nosi-nosi atau petunjuk dari pesan yang akan disampaikan, sebagai contoh kalimat berikut:
             Dia tampil berbeda hari ini.
Nosi-nosi atau petunjuk yang ada di dalam benak seorang penutur adalah (a) adanya seseorang, (b) pria atau wanita, (c) melakukan suatu perbuatan, (d) memakai pakaian, (e) pakaiannya tidak biasa, (f) pada suatu waktu tertentu. Nosi-nosi atau petunjuk inilah yang akan dipakai seorang penutur sebagai dasar untuk mencari bentuk kata yang cocok dalam tahap selanjutnya.
2.      Tahap Pemilihan Bentuk Kata (Lexical Selection)
Pada tahap ini, sebagai tindak lanjut dari nosi-nosi atau petunjuk yang telah dikumpulkan oleh seorang penutur dalam benaknya, maka proses selanjutnya adalah dengan mencari bentuk kata yang cocok dan tepat untuk nosi-nosi tersebut sehingga menjadi bermakna, misalnya: penutur belum mengenal dekat seseorang entah itu pria atau wanita oleh sebab itu memilih kata dia untuk menyatakan seseorang itu pria atau wanita, kata tampil menyatakan perbuatan berpakaian, kata berbeda menyatakan cara berpakaian yang tidak seperti biasanya, kata hari ini menyatakan waktu tampil berbeda tersebut.
3.      Tahap Proses Sintaksis (Syntactical Representation)
Pada tahap ini si penutur memberikan fungsi pada kata-kata yang telah dipilih sesuai dengan hubungan sintaktik atau dengan kata lain si penutur memasukkan fungsi gramatikal sehingga tercipta sebuah susunan kalimat yang terstruktur, contohnya: kata dia sebagai kata benda dan berkedudukan sebagai subjek kalimat, kata tampil sebagai kata kerja dan berkedudukan sebagai predikat kalimat, kata berbeda sebagai keterangan cara, dan kata hari ini sebagai keterangan waktu.
4.      Tahap Proses Ponologi (Phonological Representation)
Setelah pemberian fungsi gramatikal selesai, maka hasilnya dilanjutkan ke tingkat ponologi dimana pada tingkat ini kalimat yang sudah terstruktur dialihkan untuk selanjutnya diproses artikulasi atau bunyinya oleh sumber-sumber suara pada diri si penutur, sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh si penutur tersampaikan kepada si petutur dalam bentuk sebuah kalimat. Apabila ide atau pesan si penutur disampaikan secara tertulis atau tanda maka kalimat tadi dialihkan ke sistem motorik yang bertanggung jawab menggerakkan tangan untuk menulis atau mengetik dan tubuh atau wajah untuk menciptakan isyarat.
Contoh sinyal ucapan kalimat berbahasa inggris “It’s time.”







Ada berbagai cara untuk mengklasifikasikan bagian-bagian atau komponen sinyal ucapan. Salah satu cara yang sederhana adalah dengan cara mengklasifikasikannya menjadi tiga keadaan yang berbeda, yaitu (1) silence (S), keadaan pada saat tidak ada ucapan yang diucapkan; (2) unvoiced (U), keadaan pada saat vocal cord tidak melakukan vibrasi, sehingga suara yang dihasilkan bersifat tidak periodic atau bersifat random; (3) voiced (V), keadaan pada saat terjadinya vibrasi pada vocal cord, sehingga menghasilkan suara yang bersifat kuasi periodik.
Daftar dan klasifikasi fonem Bahasa Inggris.








B. Produksi Kalimat pada Penutur Dua Bahasa dan Pelajar Bahasa Kedua
Pada prinsipnya produksi kalimat yang dilakukan oleh para penutur dua bahasa (bilingual speakers) atau lebih, misalnya anak yang berasal dari keluarga kawin campur di mana ayah dan ibunya berbeda etnis, akan melalui tahapan yang sama dalam proses produksi kalimat seperti pada penutur satu bahasa (monolingual speakers), yang membedakan kedua penutur ini adalah bahwa pada penutur dua bahasa terjadi alih kode (code switching) yang dimulai pada tahap pemilihan bentuk kata (lexical selection) sampai pada tahap terakhir dimana artikulasi diujarkan (phonological representation).
Alih Kode merupakan gaya dalam wacana atau percakapan yang sering digunakan oleh penutur dua bahasa atau lebih yang ahli (Poplack melalui Fernandez dan Cairns, 2011: 139), di mana dalam memproduksi sebuah kalimat, secara terus-menerus, bergantian melakukan alih kode baik secara struktur maupun kata. Pada umumnya, alih kode juga berperan sebagai fungsi komunikatif (Myers-Scotton melalui Fernandez dan Cairns, 2011: 139). Para penutur dua bahasa atau lebih melakukan alih kode untuk: memberikan tekanan atau penegasan terhadap sesuatu yang diujarkan, mengutip sesuatu atau seseorang, memodifikasi pernyataan selanjutnya. Alih kode tidak hanya digunakan untuk melibatkan atau mengecualikan lawan bicara, tetapi  juga memberi sinyal bahwa terdapat hubungan yang kuat antara teman bicara (Fernandez dan Cairns, 2011: 139). Alih kode ini dapat dilakukan oleh penutur antara lain sebagai berikut:
a.      Di antara kalimat (intersentential code-switching), contohnya;
Ojo ngono to! Ko dapa lap nanti!

b.      Di dalam satu kalimat (intrasentential code-switching), pada klausa atau frase contohnya;
Toni, kapala bajalan, arep nengendi?
c.       Tag switching, contohnya:
Kamu tahu…ahhh itu..siapa ya….yang sering kesini lho?
Dalam hal mengirim pesan sehingga pesan yang dikirim oleh seorang penutur sampai dan dapat dipahami oleh seorang petutur, maka alih kode saja tidak cukup karena dapat mengakibatkan pesan yang dikirim tidak sepenuhnya dipahami oleh seorang petutur. Terdapat beberapa faktor lain sebagai penunjang alih kode tersebut menurut H.Clark disebut sebagai Joint Activity (H. Clarck melalui Soenjono Dardjowidjojo, 2012: 121) antara lain:
1.      Unsur Personalia (personnel)
Adanya minimal dua partisipan yakni penutur dan petutur.
2.      Unsur Latar bersama (common ground)
Petutur dan penutur masing-masing memiliki pengetahuan yang sama.
3.      Unsur Perbuatan bersama (joint action)
Penutur dan petutur memiliki aturan yang mereka ketahui bersama.
4.      Kontribusi (contribution)
Baik si petutur dan penutur saling memahami tentang apa yang sedang dibicarakan.
Selain alih kode (code-switching) seperti yang sudah dipaparkan di atas, terdapat juga istilah lain yang sering digunakan baik oleh seorang penutur dua bahasa atau lebih dan pelajar bahasa kedua yaitu: Borrowing atau Loan (kata pinjaman). Borrowing atau Loan (kata pinjaman) merupakan sebuah fenomena berbahasa di mana satu kata dari sebuah bahasa digabungkan dengan kata dari bahasa lainnya untuk menggambarkan bagaimana kata pinjaman tersebut mungkin diubah agar sesuai dengan aturan fonotaktik dari bahasa yang digabungkan (Fernandez dan Cairns, 2011: 140), sebagai contoh:
a.      Kata bahasa Inggris ‘kampong’ dari bahasa Indonesia ‘kampung’
b.      thought experiment dari bahasa German gedankenexperiment
Borrowing (kata pinjaman) juga merupakan corak penggunaan dwibahasa (bilingual) yang kadang-kadang sulit dibedakan dengan alih kode (code-switching). Perbedaan keduanya terletak pada tingkat integrasi antara kata yang dialih kode atau dipinjam dengan bahasa di mana kata tersebut dialih kode atau dipinjam. Sebuah kata pinjaman biasanya mengalami perubahan atau adaptasi ortografik dan fono-ortografik, seperti contoh (a) atau kadang-kadang diterjemahkan dengan kata yang setara atau memiliki makna sama di dalam bahasa yang dipakai. Seperti contoh (b) (Fernandez dan Cairns, 2011: 140).
  
C. Merencanakan Kalimat Sebelum Dihasilkan
Menghasilkan sebuah kalimat melibatkan sejumlah operasi dan penggambaran yang berbeda meliputi: leksikal, morfologikal, dan fonologikal. Sub bagian ini akan memaparkan beberapa bukti yang telah menuntun para peneliti untuk menempatkan perbedaan pada masing-masing tingkatan perencanaan produksi kalimat.
1.      Mengakses Leksikon
Seperti sudah dipaparkan pada sub bab sebelumnya bahwa proses menghasilkan kalimat dimulai dengan sebuah ide yang kemudian mengalami pengkodean ke dalam bentuk-bentuk perwakilan semantik. Proses inilah yang disebut lexical retrieval (pengambilan leksikal). Pengambilan leksikal membawa informasi tentang makna sebuah kata, kelas tata bahasa, struktur sintaksis ke mana kata tersebut dikategorikan, dan bunyinya. Kata dapat diambil menggunakan dua jenis informasi yang berbeda yaitu: makna atau suara. Penutur mengambil kata-kata berdasarkan makna yang akan dikomunikasikan dan bertugas memilih kata yang sesuai untuk pesan yang diinginkan.
Kata juga harus dari kelas tata bahasa yang sesuai (kata benda, kata kerja, dll), dan harus sesuai dengan struktur yang sedang dibangun. Penutur harus mengambil item leksikal yang akan menyampaikan makna yang benar dan sesuai dengan struktur yang diinginkan. Ini berarti bahwa penutur harus memasukkan leksikon melalui informasi tentang makna, kelas gramatikal, struktur, dan kemudian mengambil bentuk fonologis dari kata yang diperlukan.
Kecepatan bicara dalam percakapan bervariasi ditentukan oleh banyak faktor, termasuk usia (orang muda berbicara lebih cepat dari orang tua), jenis kelamin (pria berbicara lebih cepat daripada wanita), keaslian (penutur asli lebih cepat daripada penutur bahasa kedua), topik (topik yang familiar dibicarakan lebih cepat dari yang asing), dan panjang ucapan (ucapan yang panjang memiliki durasi segmen yang lebih pendek daripada ucapan yang pendek). Menurut Yuan, Liberman, dan Cieri rata-rata orang memproduksi antara 100 – 300 kata per menit (Yuan, Liberman, dan Cieri melalui Fernandez dan Cairns, 2011: 141).
Penelitian lain oleh Miller dan Gildea tahun 1987 menemukan bahwa orang dewasa dengan pendidikan sekolah menengah atas mengetahu sekitar 40.000 kata, di mana semua versi dari sebuah kata dihitung sebagai satu kata contohnya: write, wrote, written, writing, writer, dan writers dihitung sebagai satu kata saja. Jika satu kata lagi saja ditambahkan ke dalam 40.000 proper name (nama sebenarnya) orang dan tempat maka penbenddaharaan kata orang dewasa yang berpendidikan sekolah menengah atas diperkirakan berjumlah 80.000 kata (Miller dan Gildea melalui Fernandez dan Cairns, 2011: 142). Hal ini membuktikan bahwa betapa cepat proses seseorang menghasilkan sebuah kalimat.
Pada saat memproduksi kalimat, kata-kata yang umumnya sering dipakai dengan sangat cepat akan dimunculkan atau dipanggil kembali pada saat seseorang menghasilkan sebuah kalimat, sebagai contoh knife pada umumnya lebih sering digunakan daripada kata dagger. Studi oleh Levelt tentang jeda (pauses) dan keragu-raguan (hesitations) dalam memproduksi sebuah kalimat telah menunjukkan bahwa keragu-raguan sering terjadi pada seseorang dalam memproduksi kalimat dengan menggunakan kata-kata dan/atau istilah yang jarang dan/atau hampir tidak pernah dipakai (Levelt melalui Fernandez dan Cairns, 2011: 142).
Kata juga diorganisasikan oleh maknanya, begitu dekat terkait sehingga disimpan dekat antara satu dengan yang lainnya. Kesalahan dalam memproduksi kalimat memberikan beberapa wawasan ke dalam penyusunan berbasis makna. Hal ini sangat umum dalam kesalahan pengambilan kata untuk menghasilkan pemilihan kata yang secara semantis dan struktural mirip, sebagai contoh:
a.      I just feel like whipped cream and mushrooms.              False
(I just feel like whipped cream and strawberries)           True
b.      All I want is something for my elbows.                            False
(All I want is something for my shoulders)                       True
c.       Put the oven on at a very low speed.                               False
(Put the oven on at a very low temperature)                   True
d.      I hate...... I mean, I love dancing with you!
Dari contoh-contoh di atas; (a), (b), dan (c), dapat dilihat bahwa penutur salah memilih kata dari kelas tata bahasa yag sama (kata benda) dengan memiliki beberapa aspek makna dengan kata yang dimaksudkan. Hal ini membuktikan bahwa kesalahan pemilihan kata dalam contoh-contoh di atas disebabkan adanya fakta bahwa kata-kata dengan fitur semantik sama disimpan juga secara bersama-sama.
Kesalahan pemilihan kata juga sering terjadi pada penggunaan lawan kata (antonim) seperti hate dan love pada contoh (d) di atas. Pada umumnya kedua kata tersebut saling  berbagi dan memiliki banyak aspek makna; kedua-duanya termasuk ke dalam kelas tata bahasa kata kerja yang merujuk pada perasaan yang dimiliki seseorang terhadap orang lain. Satu-satunya perbedaan antara kedua kata tersebut adalah bahwa mereka masing-masing menggambarkan perasaan yang berbeda dan berlawanan (Fernandez dan Cairns, 2011: 142).
Kesalahan pemilihan kata juga dapat terjadi untuk kata-kata yang memiliki bunyi yang mirip sebagai contoh:
a.      If you can find a gargle around the house......
(If you can find a garlic around the house.....)
b.      We need a few laughs to break up the mahogany.
(We need a few laughs to break up the monotony.)
Kesalahan pemilihan kata seperti di atas, menunjukkan bahwa kata-kata juga tersusun dan tersimpan berdasarkan struktur fonologis yang membentuk hubungan kata-kata dengan bunyi yang mirip (Fernandez dan Cairns, 2011: 143).
Fenomena terkait pengambilan kata adalah Tip-of-the-tongue (Brown dan McNeill 1966; Aitchison 2003 melalui Fernande dan Cairns, 2011: 143) yang menggambarkan keadaan ketika seorang penutur mengetahui kata yang dibutuhkan tetapi tidak bisa mengambilnya. Pada dasarnya, orang-orang yang melakukan Tip-of-the-tongue mengetahui sesuatu tentang kata yang gagal diambil. Mereka sering dapat memikirkan awal dan akhir bunyi atau huruf dari kata sedang yang dicari, Berapa banyakk suku katanya, di mana letak penekanannya (stressing), dan bahkan kata yang memiliki bunyi yang mirip. Fenomena tip-of-the-tongue merupakan fenomena yang menunjukkan bahwa ketika orang menggunakan makna, untuk menghasilkan sebuah kata, banyak informasi yang mungkin tersedia bahkan jika seluruh representasi kata tidak diambil.
2.      Menyusun Kalimat Sederhana
Proses penciptaan kalimat selama perencanaan kalimat yang oleh Levelt (1989) disebut dengan Grammatical Encoding. Pada tahap ini seorang penutur memeriksa tata bahasa internal untuk menyusun struktur kalimat yang akan menyampaikan makna yang dimaksud (Levelt melalui Fernandez dan Chairns, 2011: 144). Sekali lagi, studi terhadap kesalahan berbicara menyediakan jawaban tentang karakteristik proses ini, sebagai contoh:
a.      I left the briefcase in my cigar.
(I left the cigar in my briefcase)
b.      ......rubber pipe and lead hose....
(.....rubber hose and lead pipe...)
Kedua contoh di atas memberikan ilustrasi tipe kesalahan pada umumnya yang dikenal dengan istilah kesalahan penempatan (exchange errors); pada kasus di atas adalah kesalahan penempatan kata (word exchange errors). Kesalahan penempatan kata tidak pernah terjadi diantara kata-kata isi dan kata-kata fungsi dan biasanya terbatas pada kata-kata dari kelas tata bahasa yang sama, dalam contoh kasus di atas yaitu: kata benda.
Kesalahan penempatan, dapat terjadi juga dalam unit bahasa yang lebih besar, sebagai contoh:
            The Grand Canyon went to my sister.
            (My sister went to the Grand Canyon)
Contoh di atas memberikan bukti bahwa kesalahan penempatan terjadi dalam unit bahasa yang lebih besar yaitu: frase kata benda (noun phrase) The Grand Canyon dan my sister.
Kesalahan penempatan juga menunjukan adanya tingkat keterwakilan di mana morfem terikat diwakili secara terpisah dari stem-nya, sebagai contoh:
a.      He had a lot of guns in that bullet.
(He had a lot of bullets in that gun)
b.      You ordered up ending.
(You ended up ordering)
c.       We roasted a cook.
(We cooked a roast)
d.      ......gownless evening straps.....
(.....strapless eveing gowns....)
Contoh-contoh di atas memperlihatkan bahwa meskipun terjadi kesalahan penempatan kata (word exchange errors), penempatan morfem -s, -ed, -ing, -less tetap. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa walaupun terjadi kesalahan berbicara dapat menghasilkan kalimat dengan arti ganjil, mereka jarang menghasilkan kalimat dengan struktur aneh.
Kesalahan berbicara juga menggambarkan hubungan saling mempengaruhi kemiripan morfologi dan fonologi, sebagai contoh:
            If you give the nipple an infant.... or
            (If you give the infant a nipple......)
Contoh di atas menunjukan bahwa sudah terjadi kesalahan penempatan sebelum aturan morfofonologikal diterapkan khususnya dalam hal pengucapan determiner (penentu): kata nipple dan infant. Determiner (penentu) ‘a’ akan diucapkan ‘an’  pada kata a nipple. Oleh karena kemiripan bunyi pengucapan pada kata a nipple, maka seorang penutur dapat melakukan kesalahan sebagai berikut: If you give the nipple a infant.
3.      Hubungan Kesepakatan
Selain kesalahan-kesalahan yang telah dipaparkan di atas, terdapat juga kelas kesalahan yang lain yang telah diteliti secara ekstensif dalam bahasa Inggris dan bahasa lainnya yang berkaitan dengan subject-verb agreement (kesepakatan antara subyek dan verba/predikat dalam kalimat), contohnya:
a.      The bridge closes at seven.
b.      The bridges close at seven.
Dari contoh di atas dapat terlihat jelas adanya hubungan kesepakatan antara subyek kalimat dan verba/predikat kalimat yaitu: apabila subyeknya orang ketiga tunggal (third person singular subject) maka verba/predikat kalimatnya harus ditambahkan    -s/-es dan apabila subyek kalimatnya jamak maka verba/predikat kalimatnya tidak boleh ditambahkan -s/-es.
Penelitian yang dilakukan oleh Bock dan Miller (1991) yang melibatkan para penutur bahasa Inggris dengan menggunakan rekaman dimana mereka diminta untuk melengkapi kalimat secepatnya segera setelah mendengar rekaman yang berisi sepengggal kalimat. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat sebuah fenomena dalam kesepakaatan antara subyek dan verba/predikat yang disebut plural attraction. Penelitian ini menemukan ada sesuatu yang khusus tentang morfem jamak bahwa kesalahan lebih mungkin terjadi ketika struktur di antara kata kerja tunggal dan subjek disisipi oleh fitur jamak, dibandingkan ketika fitur tunggal disisipi di antara kata kerja jamak dan subjek, contohnya:
            The brigde to the islands close at seven.
            (The bridge to the islands closes at seven)
4.      Menyusun Kalimat Kompleks
Tujuan utama Grammatical Encoding adalah menyusun struktur sintaksis yang akan menyampaikan makna yang dimaksud atau diinginkan oleh seorang penutur. Studi yang dilakukan oleh Ferreira (1991) dengan membandingkan kalimat yang pertama kali diujarkan berkaitan dengan kalimat subyek sederhana; Noun Phrase/NP (frase kata benda)dan kalimat dengan subyek kompleks (yang mengandung klausa), menemukan bahwa kalimat yang pertama kali diujarkan dengan subyek kompleks lebih lama dibandingkan dengan kalimat subyek sederhana (Ferreira melalui Fernandez dan Cairns, 2011: 149), sebagai contoh:
a.      The large and raging river.......
b.      The river that stopped floading.........
Penemuan ini kembali ditegaskan oleh Tsiamtsiouris dan Cairns (2009) dengan mereplikasi studi yang dilakukan oleh Ferreira. Mereka menemukan bahwa lebih banyak sumber daya yang dibutuhkan untuk perencanaan struktur kalimat kompleks daripada merencanakan struktur sederhana (Tsiamtsiouris dan Cairns melalui Fernandez dan Cairns, 2011: 149). Dalam menyusun sebuah kalimat kompleks, klausa menjadi unit utama yang akan direncanakan. Dengan kata lain kalimat terlebih dahulu akan disusun dalam bentuk klausa sebelum dihasilkan. Banyak penelitian yang telah dilakukan oleh banyak ahli yang menemukan bahwa pauses (senyap) sering terjadi di awal klausa daripada di tengah-tengahnya, sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh Boomer (1965); Ford (1978); Beattie (1980); Butterworth (1980); yang menemukan bahwa senyap yang terjadi menunjukan adanya proses perencanaan sedang berlangsung (Fernandez dan Cairns, 2011: 149). Keseluruhan kesalahan berbahasa yang telah dipaparkan di atas, terjadi dan dialami pula oleh seorang penutur pada saat menghasilkan sebuah kalimat kompleks.
Fenomena khusus yang terjadi dalam menghasilkan sebuah kalimat kompleks adalah Syntacic Priming (Dasar Sintaksis) memberikan wawasan lebih jauh ke dalam mekanisme perencanaan produksi kalimat kompleks. Penelitian yang dilakukan oleh Bock (1986) dan Bock dan Griffin (2000) menggambarkan dan menjelaskan efek yang mereka disebut sebagai syntactic persistence (kegigihan sintaksis), dimana bentuk kalimat tertentu memiliki probabilitas lebih tinggi jika penutur baru saja atau pernah mendengar kalimat bentuk tersebut (Bock, Bock dan Griffin melalui Fernandez dan Cairns, 2011: 149), sebagai contoh:
a.      X: “What time do you close?”
Y: “Seven”.
b.      X: “At what time do you close?”
Y: “At Seven”.
            Penutur dan petutur secara otomatis akan beradaptasi dengan bahasa yang berada disekitarnya, dan sebagai konsekuensi menyelaraskan ucapan mereka secara interaktif dengan yang dihasilkan oleh lawan bicara mereka, proses penyelarasan interaktif ini memiliki dampak yang berguna untuk menyederhanakan produksi dan pemahaman (Pickering dan Garrod melalui Fernadez dan Cairns, 2011: 150).
Studi Syntactic Priming dirancang untuk mengeksplorasi sejauh mana struktur yang didengar dapat mempengaruhi struktur ucapan yang direncanakan. Syntactic Priming telah dan sering digunakan dalam studi tentang aspek-aspek produksi. Salah satu aspeknya adalah kompleksitas produksi, yang oleh Smith dan Wheeldon (2001) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa produksi dipermudah untuk struktur yang baru saja didengar, kalimat dengan struktur utama pertama kali diujarkan lebih pendek dibandingkan kalimat dengan struktur tambahan (Smith dan Wheeldon melalui Fernande dan Cairns, 2011: 150).
Pandangan umum adalah bahwa sekali struktur tertentu telah dibangun, maka struktur tersebut untuk beberapa waktu akan tersimpan sebagai jejak memori dan memfasilitasi proses penyusunan kalimat dengan struktur serupa.
Syntactic Priming merupakan efek kuat, yang bahkan telah dicatatkan di seluruh bahasa, ketika dua bahasa yang terlibat memiliki struktur alternatif yang sebanding. Studi yang telah meneliti priming antara bahasa, baik penutur dua bahas (bilinguals) atau pelajar bahasa kedua, telah mengkonfirmasi bahwa struktur suatu ucapan yang terdengar dalam satu bahasa dapat mempengaruhi struktur suatu ujaran yang diproduksi dalam bahasa lain. Jika struktur dalam satu bahasa menjadi penerangan bagi struktur dalam bahasa lain, dua bahasa tersebut tidak tertutup dan sepenuhnya terpisah, malahan produksi bahasa melalui mekanisme yang sama (terpengaruh sistem sebelumnya) direkrut untuk produksi bahasa (Fernandez dan Cairns, 2011: 151).
5.      Penyusunan Representasi Fonologi
Terdapat kelas kesalahan bahasa yang melibatkan unit analisis yang lebih kecil dari frase atau kata-kata atau morfem, dan kesalahan ini kembali menyoroti sifat representasi fonologis yang dibangun selama produksi bahasa, sebagai contoh:
a.      Hass or grash
(hash or grass)
b.      I can’t cook worth a cam.
(I can’t cook worth a damn).

c.       taddle tennis
(paddle tennis)
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa pada kalimat (a) terjadi Segment Exchange Error (kesalahan penempatan segmen), kalimat (b) terjadi Perseveration Error (kesalahan pengulangan ujaran), kalimat (c) terjadi Anticipation Error (kesalahan antisipasi).
Kesalahan berbahasa yang melibatkan segmen fonologi tidak pernah menciptakan fonem yang bukan merupakan bagian dari persediaan fonemik bahasa penutur, juga tidak membuat kata-kata yang melanggar aturan fonologi bahasa penutur.  Fonem konsonan dan fonem vokal tidak pernah saling menggantikan satu sama lain, dan pergantian dan perubahan terjadi hanya antara fonem yang memiliki unsur-unsur fonologis yang mirip contohnya:
a.      pig and vat
(big and fat)
b.      spattergrain
(scatterbrain)
Kesalahan yang terjadi di atas sebagai berikut: dalam contoh (a) perubahannya: /b/ yang bersuara diproduksikan sebagai [p] tidak bersuara, dan /f/ yang tidak bersuara diproduksi [v] bersuara. Dalam contoh (b) tempat artikulasi berubah: velar /k/ menjadi bilabial [p], dan bilabial /b/ menjadi velar [g].

D. Produksi Kalimat Setelah Direncanakan
Representasi fonetik abstrak kalimat seorang penutur dikirim ke pusat motorik utama di otak, di mana representasi tersebut diubah menjadi instruksi ke sistem suara untuk menghasilkan suara yang diinginkan. Berbicara merupakan aktivitas motorik yang sangat kompleks, yang melibatkan lebih dari 100 otot yang bergerak selaras dan tepat untuk menghasilkan kalimat dengan rata-rata 10 sampai 15 unit fonetik per detik (Liberman et.al melalui Fernandez dan Cairns, 2011: 153). Bagian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan karakteristik sinyal yang membawa informasi yang nantinya akan digunakan oleh seorang petutur atau pendengar.




1.      Model sumber-penyaring produksi huruf vokal
Kalimat yang diujarkan terdiri dari suara yang dihasilkan pada pita suara yang disaring saat mereka melakukan perjalanan melalui saluran suara. Model sumber-penyaring produksi terbagi menjadi dua bagian komponen: source (sumber) dan filter (penyaring). Untuk mengartikulasikan bunyi [i], [a], dan [u] mulut akan dibuka dan memaksa udara dari paru-paru melalui laring, di mana pita suara berada. Hal ini menyebabkan pita suara untuk bergetar membuka dan menutup dalam urutan yang sangat cepat. Frekuensi getaran ini disebut Fundamental Frequency atau F₀ (frekuensi dasar), dan ini pada dasarnya merupakan source (sumber) dalam model sumber-penyaring produksi kalimat yang diujarkan. Suara dengan frekuensi yang lebih tinggi, lebih tinggi nadanya, nada berhubungan dengan persepsi dari frekuensi fundamental. Secara keseluruhan laki-laki memiliki nada yang rendah dibandingkan dengan perempuan, dan perempuan memiliki nada yang rendah jika dibandingkan dengan anak-anak (Katz dan Assmann 2001 melalui Fernandez dan Cairns, 2011: 155). Perbedaan nada secara langsung berhubungan secara fisik dengan jenis kelamin dan umur; laki-laki dewasa pada umumnya memiliki frekuensi rata-rata 180 Hz dan perempuan muda memiliki frekuensi rata-rata 221 Hz. Umumnya orang yang memiliki pita suara berukuran kecil akan memiliki nada dengan frekuensi yang tinggi begitupun sebaliknya.
Kunci untuk memahami bagaimana saluran suara sebagai filter (penyaring) adalah konsep resonance (resonansi). Resonansi tergantung pada bentuk dan ukuran penyaring (filter); rongga tempat suara lewat yang ditentukan oleh posisi lidah.
Bentuk sinyal ucapan vokal Bahasa Inggris sebagai berikut:



















2.      Karakteristik Akustik Konsonan
Terdapat dua jenis consonant yaitu; obstruent consonant dan sonorant consonant. Obstruents  ditandai oleh obstruksi pada saluran suara selama artikulasi. Penutupan penuh diikuti oleh rilis adalah fitur karakteristik stops (berhenti), seperti [p] dan [t]. Indikator akustik penutupan adalah silence (diam).
Fitur yang membedakan antara banyak konsonan adalah penyuaraan. Untuk bunyi bersuara, seperti [z] pita suara bergerak selama artikulasi konsonan. Untuk bunyi tak bersuara, seperti [s], penyuaraan tidak akan dimulai sampai huruf vokal yang mengikuti bunyi [s] diartikulasikan. Indikator akustik peyuaraan merupakan fundamental frequency (frekuensi dasar). Untuk stops (berhenti), seperti [b] dan [p], kunci indikator akustik penyuaraan adalah Voice Onset Time (sering disingkat sebagai VOT). VOT adalah waktu antara pelepasan penutupan stops (berhenti) dan terjadinya penyuaraan. Voiced stops memiliki VOTs sangat pendek, sementara Voiceless stops memiliki VOTs relatif lebih lama.
Fricatives, seperti [s] dan [ʃ] diproduksi dengan menciptakan turbulensi pada saat udara dipaksa melalui dua artikulator, suara seperti suara desis, indikator akustik untuk turbulensi tersebut adalah high-frequency noise. Mengartikulasikan kelas ketiga konsonan obstruents, affricatives, seperti [tʃ] dan [dʒ], melibatkan penggabungan stops dan fricative. Affricates, oleh karena itu, memiliki sifat akustik dari keduanya; baik stops dan fricatives: diam diikuti secara berkelanjutan oleh high-frequency noise.
Sonorants merupakan jenis konsonan yang dekat dengan vokal baik dalam artikulasi dan bentuk akustiknya, dan juga memiliki karakteristik konfigurasi formant suara vokal. Dalam mengartikulasikan suara nasal, seperti [n], [m], sampai [Å‹], velum (bagian belakang langi-langit)  dan flap yang membuka dan menutup pembukaan antara rongga hidung dan rongga mulut diturunkan, sebagai akibatnya resonansi udara dalam rongga hidung bergabung dengan resonansi dari rongga mulut. Rongga hidung menyebabkan resonansi kekurangan energi, sehingga mengakibatkan keseluruhan redaman pada suara, misalnya: dengungan. Dengungan melibatkan resonansi di rongga hidung. Aproximants yang meliputi misalnya liquids, [l] sampai [r] dan glides misalnya, [w] sampai [y], sangat mirip suara vokal dan memiliki struktur formant yang jelas. Kedua liquids dalam bahasa Inggris, [l] sampai [r] memiliki artikulasi yang sama, tetapi berbeda dalam hal penempatan lidah.

Berikut gambar dan contoh sinyal dan spectogram konsonan frikatif:











Konsonen frikatif pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi frikatif unvoiced serta voiced. Fonem Bahasa Inggris yang termasuk frikatif unvoiced adalah /F/, /TH/, /S/, dan /SH/, sedangkan yang termasuk frikatif voiced adalah /V/, /Z/, dan /ZH/. Frikatif unvoiced dibentuk dengan suatu eksitasi terhadap vocal tract dengan suatu aliran udara yang tetap, sehingga menyebabkan turbulensi di daerah yang mengkerut dalam vocal tract. Frikatif voiced agak berbeda dengan frikatif unvoiced. Pada frikatif voiced, suara dihasilkan oleh dua sumber eksitasi. Sumber eksitasi lainnya adalah glotis.
Seperti konsonan frikatif, konsonen stop dapat dibedakan menjadi konsonan stop unvoiced serta voiced. Konsonan stop memiliki bentuk yang berbeda dengan konsonan-konsonan lainnya. Konsonan ini memperlihatkan pola transient dan tidak kontinyu. Konsonan ini dibentuk dengan cara memberikan tekanan pada kondisi pengerutan total di bagian rongga mulut tertentu, dan segera diikuti dengan pelemasan. Untuk fonem /B/ pengerutan terjadi di bibir, untuk fonem /D/ pengerutan terjadi di belakang gigi depan, sedangkan untuk fonem /G/ pengerutan terjadi di sekitar bagian belakang langit-langit. Selama perioda total pengerutan terjadi, tidak ada suara yang dikeluarkan dari mulut, sehingga fonem ini selalu mengandung bagian yang menyerupai silence. Fonem Bahasa Inggris yang termasuk konsonan stop unvoiced adalah /P/, /T/, dan /K/, sedangkan yang termasuk konsonan stop voiced adalah /B/, /D/, dan /G/.
Berikut contoh gambar konsonan stop:










3.      Koartikulasi
Aspek psikolinguistik yang paling penting dalam produksi kalimat adalah fenomena yang disebut Coarticulation (Koartikulasi). Koartikulasi berarti bahwa artikulator selalu melakukan gerakan lebih dari satu bunyi bahasa pada satu waktu. Produksi kalimat dikatakan cerdas adalah bahwa segmen fonologi saling bertumpang tindih, sehingga artikulator bekerja dengan efisiensi maksimum, agar dapat menghasilkan 10 sampai 15 segmen fonetik per detik. Kecepatan transmisi ini akan hampir tidak mungkin untuk dicapai jika setiap unit fonologi diproduksi secara individual. Hal ini mengakibatkan, kalimat diproduksi lebih lambat dari yang diperlukan dalam sistem persepsi ujaran. Orang benar-benar dapat memahami kalimat yang telah terkompresi beberapa kali di atas tingkat normal (Foulke dan Sticht 1969 melalui Fernadez dan Cairns, 2011: 161). Selain itu juga, koartikulasi bukan tidak hanya berkaitan dengan masalah kenyamanan bagi penutur; jika berbicara tidak berkoartikulasi yaitu, jika unit fonologi tidak tumpang tindih; kalimat yang diujarkan sebenarnya akan lambat dan terputus bagi pendengar untuk memprosesnya secara efisien.
Koartikulasi dapat dipengaruhi juga oleh dua aspek yaitu regressive assimilation dan progressive assimilation. Regressive assimilation merupakan aspek artikulasi aktual dari segmen fonologis yang dipengaruhi oleh suara berikutnya. Sebaliknya progressive assimilation merupakan aspek artikulasi aktual yang dipengaruhi oleh segmen fonologi yang baru saja diproduksi.

PENUTUP
Dalam memproduksi sebuah kalimat seorang penutur akan melalui sederatan proses mental yang wajib dilaksanakan secara sadar maupun tidak sadar meliputi; tahap konseptualisasi yakni tahap di mana petutur merencanakan struktur konseptual yang akan disampaikan, selanjutnya memasuki tahap formulasi di mana kata yang cocok diretrif dari leksikon mental kemudian diberi kategori dan struktur sintaktik serta afiksasinya, dan tahap terakhir yaitu tahap artikulasi yakni tahap di mana kerangka serta isi yang sudah jadi diwujudkan dalam bentuk bunyi. Seorang penutur hanya dapat meretrif kata hanya bila dia telah menyimpan kata itu dalam memorinya. Mengujarkan apa yang dicari itu tidak selamanya lancar, kadang kita harus berhenti atau melakukan senyap (pauses) untuk mencari kata yang tepat, kadang kita keluar dengan ucapan yang keliru (speech error).
Perencanaan kalimat adalah hubungan antara gagasan yang ingin disampaikan penutur dan representasi linguistik yang mengungkapkan gagasan itu. Proses itu harus mencakup kata-kata yang disusun dalam suatu struktur sintaksis yang tepat, karena makna kalimat bergantung pada item leksikal dan struktur organisasinya. Dari studi kesalahan berbahasa kita memiliki bukti untuk representasi psikolinguistik dari kata-kata dan bentuk fonologis mereka, representasi dari morfem, dan tingkat perencanaan kalimat.
Produksi kalimat bahkan untuk kalimat yang paling sederhana membutuhkan koordinasi kompleks perencanaan pra produksi dari  struktur, leksikon, dan fonologi, diikuti oleh serangkaian gerakan artikulator yang sangat tepat terorganisir dan terkoordinasi. Perencanaan dan pelaksanaan produksi kalimat adalah usaha yang mudah dan tidak disadari, meskipun melalui proses yang sangat kompleks.



























DAFTAR PUSTAKA

Dardjowidjojo, Soenjono. 2012. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (Edisi Kedua). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Fernandez, Eva.M & Helen Smith Cairns. 2011. Fundamentals of Psycholinguistics. United Kingdom: Wiley-Blackwell.

Steinberg, Danny D, Hiroshi Nagata, David P. Aline. 2001. Psycholinguistics: Language, Mind, and World. England: Pearson Education Limited.


Komentar

  1. Cahya Pinjaman perusahaan adalah salah satu perusahaan pinjaman independen terkemuka di seluruh dunia. Kami mapan dan selama bertahun-tahun telah mengembangkan pemahaman yang baik tentang kebutuhan dan kebutuhan individu. Kami berkomitmen untuk memperlakukan pelanggan kami secara adil dan menawarkan layanan yang profesional, ramah dan membantu. Prosedur kami dirancang untuk cocok Anda, untuk memastikan bahwa kami menawarkan produk yang sesuai dengan kondisi Anda, formalitas dikurangi seminimal mungkin, dan bersama-sama dengan pendekatan kami fleksibel untuk masing-masing program, pastikan Anda menyelesaikan permintaan pinjaman Anda. Kami telah membantu pelanggan mengubah dan memperbaiki kehidupan mereka selama lebih dari 47 tahun dan kami benar-benar independen, kita berada dalam posisi yang unik untuk menawarkan berbagai pinjaman untuk semua jenis bisnis dan individu. Tujuan kami adalah untuk memenuhi kebutuhan keuangan Anda dan kepuasan Anda sangat penting bagi kami. Itulah sebabnya kita harus memberikan pinjaman dengan suku bunga 2%, silakan kembali ke kami hari ini jika Anda tertarik kami services.E-mail: cahya.creditfirm@gmail.com

    BalasHapus
  2. sangat membantu :) terima kasih

    BalasHapus
  3. Terima kasih ini sangat membantu saya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

LOGIKA & KEBENARAN

SOSIOLINGUISTIK - ETNOGRAFI KOMUNIKASI - MODEL "SPEAKING" HYMES

INTERFERENSI dan CAMPUR KODE