PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA PADA ANAK USIA 1,9 TAHUN
SEBUAH KAJIAN DESKRIPTIF TEORITIS
Oleh:
Casimirus Andy Fenanlampir
12706251052
I.
PENDAHULUAN
Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan sarana penyampaian
maksud, melahirkan perasaan, dan memungkinkan kita menciptakan kegiatan sesama
manusia, mengatur berbagai aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan
mengarahkan rnasa depan kita. Bahasa sebagai alat komunikasi diperoleh manusia
sejak lahir yang dikenal dengan istilah pemerolehan bahasa.
Proses pemerolehan dan penggunaan bahasa pada anak
merupakan sebuah fenomena yang menakjubkan untuk diteliti dan dipelajari.
Pemerolehan bahasa merupakan satu proses perkembangan bahasa manusia di mana
pada umumnya semua manusia normal akan melalui tahapan yang sama meskipun
berbeda-beda waktunya dalam melewati tahapan-tahapan tersebut. Dengan kata lain
proses pemerolehan bahasa yang dialami seorang anak berbeda antara anak yang
satu dengan anak lainnya.
Semua manusia termasuk anak-anak memiliki alat
pemerolehan bahas yang oleh chomsky disebut LAD (Language Acquisition Device).
Chomsky melalui Subyakto-Nababan (1992) mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai
apa yang dinamakan falcuties of the mind, yakni semacam kapling-kapling
intelektual dalam benak atau otak mereka dan salah satunya dijatahkan untuk
pemakaian dan pemerolehan bahasa.
Proses pemerolehan ini
berlangsung secara alami, tidak dengan cara menghapalkan kosakata,
aturan-aturan gramatika, dan aplikasi secara sosial. Kamus bahasa dalam otak manusia tersusun secara
otomatis tanpa teori, sedangkan kemampuan gramatika anak terasah dari
pemerolehan yang disimaknya.
Proses pemerolehan bahasa dalam diri manusia dipengaruhi oleh attitude dan aptitude. Attitude
berkaitan dengan sikap penutur dan aptitude
berkaitan dengan kemampuan atau kecakapan penutur. Menurut Carroll melalui
Krasen (1981) ada tiga komponen tes aptitude modern yang dapat
digunakan dalam pemerolehan bahasa, yaitu: (1) Phonetic
Coding Ability, yaitu: kemampuan untuk menyimpan bunyi-bunyi bahasa baru ke
dalam memori, (2) Grammatical Sensitivity,
yaitu kemampuan untuk menunjukkan pemahaman pada pola sintaksis kalimat,
dan (3) Inductive
Ability, yaitu kemampuan untuk memelajari materi bahasa. Hal senada juga
dikatakan oleh Primsleur dalam Krasen (1981) bahwa terdapat tiga komponen
aptitude, meliputi: (1) Verbal
Intelligence yang berhubungan dengan keakraban seseorang
dengan kosakata, (2) Motivation to learn language, dan (3) Auditory Ability.
Sejalan
dengan hal tersebut di atas, attitude
juga memiliki beberapa faktor meliputi: (1) faktor yang mendorong pembelajar untuk memperoleh intake, (2) Faktor yang
memungkinkan pembelajar bahasa untuk menggunakan bahasa yang didengarnya. Hal
ini memungkinkan terjadinya pengulangan yang penting untuk penguatan. Sehubungan dengan
sikap’terbuka’ tersebut, Dulay dan Burt (1977) menangkap konsep keberadaan “sosio affective filter” yaitu sikap
seorang pembelajar untuk menyaring/memilih dalam menggunakan bahasa karena
alasan sosial. Menurut Dulay dan
Burt keberadaan filter seperti ini akan berpengaruh pada model bahasa yang akan
diinternalisasi oleh pembelajar. Misalnya: seseorang anak cenderung memilih
model bahasa teman-temannya agar lebih diterima oleh teman sebayanya. Selain
itu, filter juga menjadi alasan mengapa
proses pembelajaran dan pemerolehan bahasa terhenti secara prematur, dan alasan
mengapa bagian tertentu pada sebuah bahasa dipelajari lebih awal. Soenjono (2011: 77) mengatakan bahwa seorang
anak hanya dapat memproduksi ujaran apabila ia mengetahui aturan-aturan yang
diperoleh sejak kecil.
Pemerolehan bahasa juga memilki kaitan yang
erat dengan kemampuan seseorang untuk memahami persepsi dan menangkap makna
ujaran orang lain. Salah satu pendekatan yang cocok secara linguistik untuk
pemerolehan bahasa adalah Linguistic
Analysis of Simple Codes, (Krasen, 2002: 121-124). Krasen (2002: 128-129)
juga menyebutkan bahwa simple codes
dikondisikan hampir sama tingkatannya dengan caretaker speech, hanya simple
codes lebih sederhana dan tidak diarahkan secara sengaja untuk meningkatkan
level pemerolehan bahasa, yang dapat dilihat dari beberapa aspek, meliputi: rate, lexicon, well-formedness,
length, dan proporsional complexity.
II.
FOKUS KAJIAN
Fokus kajian ini adalah pemerolehan dan penggunaan
bahasa pertama pada Christa usia 1,9 tahun dengan melihat aspek attitude dan Aptitude, dan simple codes.
III.
METODE KAJIAN
a.
Subyek
dan Obyek Kajian
Sampel pada kajian ini
adalah seorang anak bernama Christifera Antonietta Fenanlampir (Christa) lahir
pada tanggal 02 Februari 2011 dan sekarang berumur 1,9 tahun. Christa tinggal
bersama kedua orang tuanya bersama pade dan bude, kakek dan neneknya serta
seorang kakak yang berumur 3,3 Tahun. Obyek dalam kajian ini adalah pemerolehan
dan penggunaan bahasa pertama yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu.
b.
Pendekatan
Ada dua macam pendekatan
yang dipakai dalam kaian ini yaitu: pendekatan historis (berdasarkan pengalaman
penulis) dan pendekatan interaksi mengingat anak ini selalu berinteraksi dengan
kakak, orang tua, dan kakek serta neneknya. Bentuk interaksi yang terjadi
adalah secara alamiah artinya tidak dirancang, guna mendapatkan data otentik.
c.
Pengumpulan
Data
Data kajian dikumpul
melalui observasi atau pengamatan, dan berinteraksi langsung dengan subyek
kajian.
d.
Analisis
Data
Analisis data dalam kajian ini
menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan langkah menuliskan kembali data
yang diperoleh sehingga menjadi bentuk transkrip.
IV.
PEMBAHASAN
A.
Aspek Aptitude dan Attitude
Aspek Aptitude:
1.
Phonetic Coding Ability
Pada umur 1,9 tahun Christa telah banyak memperoleh
dan memproduksi berbagai fonem yang dapat membedakan arti kata-kata yang
diucapkannya. Hanya saja dalam mengungkapkan kata-kata ini pada umur 1,9 tahun,
kemampuan fonologi Christa baru pada bunyi-bunyi vokal seperti /m/, /p/, /b/
pada kata /mama/ dan /bapa/. Kata-kata ini sering sekali diucapkan oleh Christa.
Kata-kata ini diucapkan dalam situasi apa saja misalnya ketika Hendak makan,
tidur dan menangis yang kesemuanya ini secara spontan diucapkan.
Bunyi vokal lain seperti /u/ dan l\l atau bunyi
lot dan /e/ kadang-kadang secara spontan, misalnya kedengaran /ue/ yang
artinya /kue/ atau /men/ dalam kata /permen/. Demikian pula bunyi /u/ pada kata
/uyung/ yang artinya burung.
Meskipun bunyi-bunyi yang diujarkan oleh Christa yang
berusia 1,9 tahun belum sempurna seperti pada orang dewasa disebabkan oleh
perkembangan sistem dan artikulator yang belum sempurna, sesungguhnya, dalam
pemerolehan bahasa pertama pada tahap ini, Christa sudah mengenal bunyi-bunyian
baru yang sewaktu-waktu dapat diulang pada saat ingin mengungkapkan sesuatu,
sebagai contoh: ketika Christa ingin mengatakan bahwa dia sedang marah.
ta maya yo ---------- Christa marah loh.
Ita maya yo --------- Christa marah loh.
Dari contoh
di atas dapat dilihat bahwa pemerolehan bunyi yang baru yaitu: [i] tersimpan
dan diingat. Bunyi-bunyi ini diucapkan juga pada saat Crista tidak senang akan
sesuatu seperti bunyi [i] pada kata /tidak/ dan /tidur/ dan juga saat
Christa menyetujui sesuatu seperti kata /iya/. Bunyi vokal lain seperti [ue]
dalam kata /kue/ juga kadang-kadang secara spontan diucapkan atau [men]
pada kata /pengamen/ dan /permen/. Demikian juga bunyi [o]
pada kata /orang/ dan /om/, dan [e] pada kata
/eyang/.
Bunyi-bunyi lain juga diucapkan
seperti: [t] pada kata /itus/ (tikus) dan /tini/ (sini)
serta /tata/ (kakak), [A] pada kata /ade/ (pade), [b]
pada kata /oya/ (bola), /t/ pada kata /betok/ (besok), dan [p]
pada kata /papa/.
Di samping
bunyi vokal yang telah dikuasainya, pada umur 1,9 tahun, Christa juga dapat
menghasilkan berbagai konsonan seperti Pada awal dan tengah kata, konsonan
/k/"tidak terdengar seperti /ita/ (kita), tetapi pada akhir kata bunyi /k/
terdengar seperti pada kata /idak/
(tidak). Konsonan /b/ pada kata /beyi/ (beli), /t/ pada kata /natal/ (nakal),
/p/ pada kata /poya/ (sekolah) dan /pujan/ (hujan), dan /y/ pada kata /beyi/
(beli).
2.
Grammar Sensitivity
Pemahaman terhadap pemahaman sintaksis meskipun belum
mempelajari tata bahasa juga sudah ditunjukkan Christa pada saat mengulang
kembali (meniru) kalimat yang didengar dan diujarkan oleh orang disekitarnya,
sebagai contoh:
1. Ibu : “Eichi (kakak), jangan nakal!
Kesini nanti jatuh.”
Christa : “Ichi, cini nakal ya
atuh.”
2. Ibu :
“Jangan main di situ! Pade ada tamu.”
Christa : “ Jangan titu tamu
ade.”
Contoh di atas memperlihatkan bahwa meskipun
tata bahasa Christa belum tersusun menurut aturan tata bahasa akan tetapi dia
sudah bisa mengulang kembali perkataan ibunya.
Aspek Attitude:
Telah disebutkan di atas bahwa Christa dalam proses
pemerolehan bahasa pertama menggunakan apa yang disebut imitating (meniru) dan selalu mengulang-ulang setiap ucapan yang
didengar dari orang-orang disekitarnya. Untuk memperoeh intake yang kemudian
diulang-ulang agar terjadi penguatan maka Christa selalu bertanya tentang
segala hal yang menurutnya baru. Satu hal yang menjadi kebiasaan Christa yaitu
selalu mengulang-ulang baik pertanyaan maupun jawabannya lebih dari satu kali,
sebagai contoh: pada saat bertanya tentang coklat pada ibunya.
Christa: “Apa tu?”
Ibu : “Coklat.”
Christa : “Ooo, otat ya..ya..ya.”
Kalimat-kalimat pada percakapan di atas oleh Christa selalu
diulang, apabila diperhatikan maka yang dilakukan Christa sebenarnya menghafal
sehingga terbentuk ingatan yang kuat.
B.
Aspek Simple Codes
·
Rate
Dalam kasus Christa pembicaraan dan kecepatan
diperlakukan sama dengan pembicaraan yang dilakukan oleh sesama orang dewasa
dengan mengadakan pengulangan-pengulangan. Yang berperan menjalankan fungsi teacher-talk dan interlanguage-talk adalah orang-orang yang berada di sekitar
Christa. Dengan kata lain bahwa proses pemerolehan bahasa pertama pada tahap
ini dilakukan dengan caretaker speech.
·
Lexicon
Dalam aspek ini, teacher-talk
yang diterima oleh Christa sebagaian besar masih dalam tipe yang paling rendah
yaitu: pada tataran suku kata, meskipun ada yang lebih tinggi yaitu dalam
tataran kata seperti contoh-contoh yang telah dipaparkan pada aspek-aspek
sebelumnya.
·
Well-formedness
Christa sudah dapat menerima, mengerti dan memahami simple codes hanya masih kekurangan
dalam hal pengucapan.
·
Length
Dalam kasus ini, tidak dilakukan simple codes secara
panjang (bukan pendek) dengan maksud untuk membantu Christa agar lebih cepat
memahami bahasa.
·
Proporsional complexity
Bahasa (kata dan kalimat) yang digunakan adalah bahasa
Indonesia yang disesuaikan dengan keadaan dan/atau aktifitas yang sedang
berlangsung sehingga memudahkan pemahaman.
V.
PENUTUP
Setelah menganalisa pemerolehan bahasa pertama pada
Christa mulai dari aspek aptitude dan
attitude, aspek lingkungan
linguistik, aspek neurologis, aspek routines
dan patterns, dan aspek simple
codes, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.
Pada umur 1,9 tahun, seorang anak yang
normal sudah dapat mengucapkan fonem-fonem, dan kata yang terbatas sesuai
dengan lingkungannya dan benda-benda yang ada disekitarnya. Di samping itu,
kata-kata yang keluar adalah masih terpotong-potong dan ucapannya masih
terpeleset disebabkan oleh sistem dan alat artikulatornya belum sempurna.
2.
Pada Umur 1,9 tahun, kata-kata dan
kalimat yang diproduksi Christa sudah mulai bertambah sebagai akibat dari
imitating (meniru) dan pengulangan secara terus-menerus yang diperoleh dari
kedua orang tua, kakak, pade, bude, kakek dan neneknya.
3.
Pada Umur 1,9 tahun, Christa sudah
dapat merangkai kata menjadi sebuah kalimat meskipun belum tersusun berdasarkan
aturan tata bahasa yang baku. Kalimat sederhana yang dikemukakannya
masih berkisar pada urutan sederhana dan belum teratur. Meskipun demikian,
makna kalimat itu sudah dapat ditangkap dan dipahami oleh orang-orang
disekitarnya. Dengan kata lain komunikasi antara Christa dengan orang-orang
disekitarnya sudah dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian
Teoretik. Jakarta : Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2005. Psikolinguistik-pengantar pemahaman bahasa manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Krashen, Stephen D. 1981. Second
Language Acquisition and Second Language Learning. University of Southern
California: Pergamon Press Inc.
Subyakto-Nababan, Sri Utari. 1992. Psikolinguistik,
Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Komentar
Posting Komentar